BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO telah menetapkan suatu program yang disebut dengan HFA (health For ALL) tahun 2000, artinya pada tahun 2000 setiap penduduk dunia berhak untuk mendapatkan kesehatan yang optimal. Sedangkan untuk Indonesia, pemerintah telah merencanakan program “ Indonesia Sehat 2010”.
Salah satu indicator keberhasilan tercapainya program Indonesia 2010, adalh infant Mortality Rate (IMR), berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang kesehatan (RPJK) yang terdapat dalam Sistem Kesehatan Nasional, dijelaskan bahwa “kematian anak balita menurun dari 40 per 1000 balita dewasa ini menjadi setinggi-tingginya 15 per 1000 anak balita pada tahun 2000”.
Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit yang dapat menyerang anak-anak dan memerlukan perawatan di rumah sakit sindrom nefrotik lebih sering dijumpai.
Pada anak usia 1 – 5 tahun dengan perbandingan antara wanita dan pria adalah 1:2 .
Penyakit sindrom nefrotik ini dapat kambuh kembali apabila pengobatan dan perawatannya tidak teratur. Di samping itu sindrom nefrotik perlu pengobatan yang relatif lama.
Pengobatan steroid yang lama dapat menimbulkan efek samping. Nancy pomerhn Nelson dan Julie deckle, menerangkan beberapa efek samping dari penggunaan steroid yaitu: distensi abdomen, wajah bulat, ulkus gaster, gagal dalam pertumbuhan, hipertensi, panu dan demineralisasi tulang.
Tidak jarang penderita sindrom nefrotik dengan komplikasi berakhir dengan kematian. Masalah utama pada penderita sindrom nefrotik adalah penimbunan cairan dan rentan terhadap infeksi sekunder. Perawat sebagai profesi yang memiliki ilmu dan ketrampilan khusus , diharapkan dapat berperan dalam pelaksanaan perawatan yang paripurna melalui proses keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengalaman secara langsung dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi masalah yang diharapkan masalah yang dihadapi oleh pasien dengan sindrom nefrotik.
b. Untuk mengetahui rumusan diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan sindrom nefrotik.
c. Untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
d. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
e. Untuk mengetahui tanggapan pasien setelah diberikan asuhan keperawatan.
C. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini yaitu terdiri dari tiga Bab. Dimana Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari, latar belakang, tujuan, sistematika penulisan. Bab II berisi tinjauan teoritis yang menguraikan tentang pengertian, penyebab, tanda dan geja, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, prognosa, pencegahan, pengobatan. Bab III Asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, tujuan, dan intervensi. Dan Bab IV berisi tentang rangkuman.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian
- Sindrom nefrotik adalah sebagai suatu sindrom yang disebabkan oleh perubahan generatif ginjal tanpa peradangan. (susan martin tucker)
- Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesteronemia (Dr. Rusepno Hasan dkk).
Dari dua pendapat tersebut di atas, sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesteronemia yang disebabkan oleh kelainan generatif tanpa adanya peradangan pada ginjal, dimana terjadinya peningkatan permeabilitas membran basalis glomrolus terhadap protein.
B. Etiologi
a. Penyakit parenkim ginjal primer
- glomeulonephritis akut pasca streptokokus
- glomeulonephritis idiopatik
b. Penyakit metabolic dan jaringan kolagen (sistemik)
- Diabetes mellitus
- Amiloidosis
- Henoch Schoelein Purpura
- Lupus eritematosus Sistemik
c. Gangguan sirkulasi sistemik
- Gangguan sirkulasi mekanik
- Right heart syndrom : kelainan katub trikuspidalis.
- Perikarditis dan tamponade jantung, penyakit jantung kongesti refrakter
- Trombosis vena renalis
d. Penyakit keganasan
- Penyakit Hodkin
- Limposarkoma
- Mieloma Multiple
e. Penyakit infeksi
- Malaria
- Syphilis
- Typoid abdominal
- Herpes zozter
- Hepatitis B
f. Toksin spesifik
- Logam berat : emas, bismuth, mecuri.
- Obat-obatan : trimetadion, parametadion, penisilamin.
g. Kelainan congenital
- syndrom nefrotik herediter
h. Sirosis hepatis, kahamilan, obesitas, transplantasi ginjal.
C. Tanda dan Gejala
Gejala klinik yang nampak adalah
1. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
2. Edema dapat mencapai 40 % dari berat badan.
3. Edema disekitar mata, perut, genetalia dan ekstremitas bawah lebih menonjol
4. Edema anasarka biasanya pada pasien dengan hipoalbuminemia berat (kurang dari 1,5 gr/100 ml)
5. Biasanya timbul asites dimana pasien mengeluh sesak nafas karena pleural effusion.
6. Sering dijumpai kulit ekstremitas pucat, mudah terjadi kerusakan dan rentan terhadap infeksi sekunder.
7. klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
8. volume urin berkurang, warna agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia
D. Patofisiologi
PERMEABILITAS GLOMERULUS MENINGKAT
Kebocoran PBH melualui urin Kenaikan filtrasi LIPIDURIA
(protein-bound hormon) plasma protein
Penurunan plasma T-4 HIPERKOLESTROLEMIA
Kenaikan rebsorbsi ALBUMINURIA Kenaikan sintesis
Plasma protein protein dlm sel hepar
Katabolisme albumin HIPOPROTEINEMIA Penurunan volume
Dalam sel tubulus intravaskular
Malnutrisi Kenaikan volume
Cairan interstisial
Kehilangan protein
Melalui usus (enteropati)
Kerusakan sel tubulus
AMINOASIDURIA SEMBAB/EDEMA
(Ilmu Penyakit Dalam, Soeparman, Hal 286, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990)
SINDROM NEFROTIK
PROTEIURIA MASIF
HIPOALBUMINEMIA
TEKANANAN ONKOTIK KAPILER
Volume darah efektif
Aktivasi Simaptetik Renin angiotensin
Circulating Catecholamine
Humoral
Tahanan Vaskular Ginjal
Aktivasi Aldosteron
Desakan Starling & Tekanan
Kapiler Peritubular
Reabsorpsi Na+ pada tubulus
LFG
NATRIURESIS
VCES
SEMBAB
Patogenesis Sembab/edema pada sindrom nefrotik
(Ilmu Penyakit Dalam, Soeparman, Hal 292, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990)
E. Pemeriksaan Diagnostik
- Urinalisa
- Urine 24 jam
- Biopsi ginjal
- Serum kimia
F. Prognosa
Prognosa untuk kesemuhan akhir pada umunya baik walaupun kemungkinan berulangnya penyakut lazim terjadi dan keadaan seperti septicemia, peritonitis, atau syok dapat terjadi, akan tetapi sebagian besar pasien seperti alergi dan mempunyai harapan sehat di masa depan.
G. Pencegahan
1. Istirahat
Istirahat baribg dapat mempercepatnya hilangnya edema, ditujukan terutama pada pasien dengan edema anasarka dan infeksi.
2. Diet
Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
H. Pengobatan
1. Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan bila terdapat infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
3. Digitalis
Diberikan pada pasien yang disertai gagal jantung
4. Tindakan mekanik
Fungsi asites, fungsi pleura dan fungsi pericardial dilakukan apabila ada indikasi vital
5. Pengobatan kortikosteroid
a. selama 28 hari, prednison diberikan peroral sebanyak 2 mg/kg/BB/hari dengan dosis maksimum sehari 80 mg.
b. Kemudian 28 hari kedua, prednison diberikan peroral sebanyak 1,5 mg/kg BB/ hari setiap 3 hari dalam satu minngu dengan dosis maksimum 60 mg/sehari. Bila terdapat respon, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minngu.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Ds :
- Apakah terjadi perubahan pola berkemih?
- Apakah orang pernah sakit kepala dan mual?
- Apakah selera berubah? Apakah anoreksia?
- Apakah suka kecapaian?
Do :
- oedema : besar, lokasi, tingkat lekukan.
- Intake dan output : pemantauan tiap 6 jam sampai stabil
- Penimbangan berat badan dan pengukuran lingkar perut.
- Kondisi kulit : pengkajian yang sering dari menghebatnya edema yang bisa memecahkan kulit.
- Status respiratori : pemantauan tiap giliran dinas sekali (karena memburuknya kegagalan ginjal, oedema paru-paru)
- Tanda-tanda dan gejala infeksi
- Hasil pemeriksaan lab:proteinuria, LDL (Low Density Lipoprotein) dan VLDL selalu meninggi (Very Low Density Lipoprotein) meninggi, HDL normal atau menurun.
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan volume cairan (lebih) b/d kerusakan permeabilitas glomerolus terhadap protein, sodium dan air.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.kehilangan protein melalui urin.
3. intoleran aktivitas b/d lethargi, kelemahan fiik dan bedrest.
4. Resiko terhadap infeksi b/d efek pemakaian steroid, bedrest dan edema
C. Tujuan
Tujuan umum : Untuk mengurangi proteinuria, koreksi hipoalbuminemia, menghilangkan sembab dan mencegah penyulit-penyulit.
Tujuan khusus:
- Dx I : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
- Dx II : Kebutuhan nutrisi (protein) tubuh terpenuhi.
- Dx.III : Klien dapat berpartisipasi dalam melakukan aktivitas untuk mencegah kebosanan dan klien tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitas
- Dx.IV : Tidak terjadi infeksi
D.RENCANA TINDAKAN
Diagnosa Keperawatan Kriteia Hasil Rencana Tindakan Rasional
Dx. I
Gangguan Volume cairan (lebih) b/d kerusakan permeabilitas glomerolus terhadap protein, sodium dan air.
( Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, Hal. 615)
Kriteria hasil :
- edema anasarka
- intake dan output seimbang
- tidak terjadi proteinuria.
- 1.1 kaji tanda – tanda kelebihan cairan (ukur tekanan darah, timbang berat badan, periksa adanya edema)
1.2 catat intake dan output setiap hari pada waktu yang sama
1.3 berikan diit rendah garam tinggi protein sesuai aturan.
1.4 Test berat jenis urin dan adanya protein dalam urin
1.5 Test jumlah protein, albumin dalam darah.
1.6 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan.
1.1 Pada nefrotik syndrom terjadi hypoalbuminemia sehingga tekanan osmotic plasma berkurang dengan tekanan hidrostatik kapiler meningkat sehingga terjadi kebocoran plasma ke jaringan intertisia dan terjadilah edema.
1.2 Pemantauan cairan peroral dengan parenteral serta output yang cermat diperlukan untuk pengendalian edema, selain mengetahui jumlah dan komposisi zat gizi yang masuk ke dalam tubuh untuk mengimbangi kehilangan protein yang terjadi
1.3 Pemberian diit rendah garam tinggi protein diperlukan untuk mengurangi edema dan untuk mengganti protein melalui urine, sehingga protein dalam tubuh mencukupi kebutuhan.
1.4 Peningkatan derajat jenis urin menunjukkan kepekatan urine dan banyaknya elektrolit yang keluar melalui urine. Protein dalam urine meninjukkan adanya kerusakan pada glomerolus.
1.5 Untuk mengetahui banyaknya penurunan protein yang terjadi.
1.6 Pemberian obat yang tepat dan cepat akan mempercepat proses penyembuhan penyakit.
Diagnosa Keperawatan Kriteia Hasil Rencana Tindakan Rasional
Dx. II
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, kehilangan protein melalui urine
(Rencana Askep, Doenges, hal 620) Kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Wajah tidak pucat
- Albumin dalam batas normal (3,5 – 5,5 gr/dl) 2.1 Kaji staus nutrisi kien
2.2 Berikan diit tinggi protein
2.3 Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering
2.4Catat intake makanan setiap habis makan.
2.5Berikan suasana yang menyenangkan dan santai saat makan.
2.1Status nutrisi ditegakkan sebagai perbandingan dalam menentukan perubahan nutrisi klien selama sakit.
2.2 Diit tinggi protein diperlukan untuk menggantikan hilangnya protein dalam urine.
2.3 Dengan porsi makan yang kecil tapi sering akan membantu klien untuk tetap dapat mempertahankan staus nutrisinya.
2.4 Untuk mengevaluasi jumlah kalori yang masuk
2.5 Suasana yang menyenangkan dan santai akan berpengaruh terhadap kondisi psikologis klien.
Diagnosa Keperawatan Kriteia Hasil Rencana Tindakan Rasional
Dx. III
Intoleran aktivitas b/d lethargi, kelemahan fisik dan bedrest
(Rencana Askep, Doenges, 536)
Kriteria hasil :
- Tubuh tidak terasa lemah lagi
- Wajah tidak pucat dan nampak segar
- Bisa melakukan aktivitas fisik sendiri. 3.1 Kaji tingkat respon terhadap aktivitas
3.2 Pantau nadi selama dan sesudah aktivitas.
3.3 Rencanakan perawatan untuk memberikan istirahat yang optimal
3.4 Berikan dorongan dan ajarkan pernafasan bibir aktifitas.
3.5 Panatu terhadap tanda keletihan ekstremitas, nyeri dada atau diaforesis selama dan sesudah aktifitas.
3.1Peningkatan toleransi aktifitas-altifitas menunjukkan ketidaktergantungan klien sehingga perawat mampu merencanakan intervensi berikutnya.
3.2 Vital sign dapat berubah apabila beraktifitas berlebihan sehingga menimbulkan kelelahan
3.3 Klien harus beristirahat optimal sehingga tidak melakukan aktifitas berat yang memerlukan energi lebih banyak.
3.4 Pernafasan bibir mempertahankan jalan nafas yang terbuka lebih lama selam ekhshalasi dan pengeluaran.
3.5 Keletihan ektremitas menandakan ketergantungan penuh terhadap perawat sehingga perawat mampu menentukan intervensi selanjutnya.
Diagnosa Keperawatan Kriteia Hasil Rencana Tindakan Rasional
Dx. IV
Resiko terhadap infeksi b/d pemakaian steroid, bedrest dan edema
(Rencana Askep. Doenges, Hal. 622) Kriteria hasil :
- Tidak terdapat protein dalam urine
- Edema berkurang
- Urine berwarna kuning jernih
- Suhu dan tubuh dalam batas normal. 4.1 Kaji tanda-tanda infeksi
4.2 Pantau kadar leukosit dalam darah
4.3 lakukan perawatan kulit secara teratur (mandi teratur, masase kulit dll)
4.4 Anjurkan klien ambulasi dini
4.5 Penuhi nutrisi secara optimal
4.1. Pemantauan tanda-tanda infeksi dini akan memperoleh proses penanganan selanjutnya
4.2 Peningkatan leukosit menandakan adanya infeksi dalam tubuh.
4.3 Perawatan kulit meningkatkan kulit tetap kering dan bersih sehingga tidak mudah terjadi infeksi.
4.4 Ambulasi dini mencegah dari atrofi otot, penekanan yang lama pada salah satu bagian tubuh dapat menyebabkan gangguan sirkulasi.
4.5 Nutrisi optimal dapat mencukupi kebutuhan tubuh sebagai proteksi alami dari tubuh.
BAB IV
PENUTUP
A. Rangkuman
Dalam makalah ini penulis telah menyimpulkan sebagi berikut :
- Sindrom nefrotik adalah sebagai suatu sindrom yang disebabkan oleh perubahan generatif ginjal tanpa peradangan.
- Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesteronemia.
- Adapun tanda dan gejalanya adalah kenaikan berat badan secara progresif , edema, asites, kulit ekstremitas pucat, klien mudah lelah, volume urin berkurang
- Prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan nefrotik sindrom adalah didasarkan pada permasalahan yaitu mengatasi perubahan volume cairan, perubahan nutrisi,intoleran aktifitas dan potensial infeksi.
Pemeriksaan Diagnostik
1. T4 Serum
2. T3 Serum
3. Tes THS
4. Tiroglobulin
5. Ambilan iodium radioaktif
6. Pemindai radio atau pemindai skintilasi tiroid
7. Implikasi tes tiroid dalam keperawatan
8. Tes fungsi tiroid berfungsi menegakkan diagnosa :
- Mengukur kadar kolesterol
- EKG
- Alanin transminase (LT) dan SGPT
- LDH
- USG
- CT-Scan
- MRI
F. Prognosa
1. Hiperparathyroid
Hiperparathyroid yang tidak diobati dapat mengakibatkan kegagalan jantung, hipertensi, depresi mental atau krisis hiper-kalsemik kedadalan ginjal. Sekali terbentuk sering menjadi progresif, walaupun telah dilakukan paratiroidektomi. Hal ini dilakukan untuk mngetahui diagnosa dini hiper-kalsemik.
2. Hipoparathyroid
Pengolahan bagi penderita hipoparathyroid sulit, kerena perbedaan antara dosis terapi dan dosis toksik vitamin D, acap kali kecil. Pada penderita yang diterapi selama beberapa tahun dengan pengawasan yang baik, dapat terjadi hiperkalsemia dan karenanya harus diadakan pemeriksaan kadar kalium, fosfor serum secara periodik.
G. Pencegahan
1. Hiperparathyroid
- Mempertahankan sistem imun tetap adekuat
- Penggunaan hormon tiroidsesuai indikasi
2. Hipoparathyroid
- Penggunaan obat-obatan sesuai indikasi
H. Pengobatan
1. Hiperparathyroid
- Apabila masalahnya berada di tingkat kelenjar tiroid, maka pengobatan yang diberikan adalah pemberian obat anti tiroid yang menghambat produksi HT/obat-obat penghambat beta untuk menurunkan hiperresponsifitas simpatis.
- Obat-obat tg merusak jaringan tiroid juga dapat diberikan, misalnya iodium radiooyg diberikan peroral akan diserap secara aktif oleh sel-sel tiroid yang hiperaktif, setelah masuk akan merusak sel-sel tersebut. Ini merupakan terapi permanen untuk hipertiroidisme dan sering menyebabkan seseorang kemudian menjadi hipotiroid dan memerlukan pemberian HT pengganti seumur hidup.
- Tiroidektomi parsial/total merupakan pengobatan pilihan, tiroidektomi total dan tiroidektomi pasrial, menyebabkan hipotiroidisme.
2. Hipoparathyroid
- Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid.
- Apabila penyebab hipotiroidisme berkaitan dengan tumor sususnan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radisi atau pembedahan
1. T4 Serum
2. T3 Serum
3. Tes THS
4. Tiroglobulin
5. Ambilan iodium radioaktif
6. Pemindai radio atau pemindai skintilasi tiroid
7. Implikasi tes tiroid dalam keperawatan
8. Tes fungsi tiroid berfungsi menegakkan diagnosa :
- Mengukur kadar kolesterol
- EKG
- Alanin transminase (LT) dan SGPT
- LDH
- USG
- CT-Scan
- MRI
F. Prognosa
1. Hiperparathyroid
Hiperparathyroid yang tidak diobati dapat mengakibatkan kegagalan jantung, hipertensi, depresi mental atau krisis hiper-kalsemik kedadalan ginjal. Sekali terbentuk sering menjadi progresif, walaupun telah dilakukan paratiroidektomi. Hal ini dilakukan untuk mngetahui diagnosa dini hiper-kalsemik.
2. Hipoparathyroid
Pengolahan bagi penderita hipoparathyroid sulit, kerena perbedaan antara dosis terapi dan dosis toksik vitamin D, acap kali kecil. Pada penderita yang diterapi selama beberapa tahun dengan pengawasan yang baik, dapat terjadi hiperkalsemia dan karenanya harus diadakan pemeriksaan kadar kalium, fosfor serum secara periodik.
G. Pencegahan
1. Hiperparathyroid
- Mempertahankan sistem imun tetap adekuat
- Penggunaan hormon tiroidsesuai indikasi
2. Hipoparathyroid
- Penggunaan obat-obatan sesuai indikasi
H. Pengobatan
1. Hiperparathyroid
- Apabila masalahnya berada di tingkat kelenjar tiroid, maka pengobatan yang diberikan adalah pemberian obat anti tiroid yang menghambat produksi HT/obat-obat penghambat beta untuk menurunkan hiperresponsifitas simpatis.
- Obat-obat tg merusak jaringan tiroid juga dapat diberikan, misalnya iodium radiooyg diberikan peroral akan diserap secara aktif oleh sel-sel tiroid yang hiperaktif, setelah masuk akan merusak sel-sel tersebut. Ini merupakan terapi permanen untuk hipertiroidisme dan sering menyebabkan seseorang kemudian menjadi hipotiroid dan memerlukan pemberian HT pengganti seumur hidup.
- Tiroidektomi parsial/total merupakan pengobatan pilihan, tiroidektomi total dan tiroidektomi pasrial, menyebabkan hipotiroidisme.
2. Hipoparathyroid
- Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid.
- Apabila penyebab hipotiroidisme berkaitan dengan tumor sususnan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radisi atau pembedahan
Baca juga :
Nama : EmoticonEmoticon