BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, salah satu indikasi keberhasilan tercapainya program Indonesia sehat tahun 2010 adalah menurunnya angka kesakitan dan menambah usia harapan hidup manusia (Depkes RI,89).
Dalam upaya pembangunan yang sedang dilaksanakan selama ini, pada dasarnya mempercepat tercapainya tingkat kesejahteraan masyarakat, dimana kesehatan merupakan salah satu komponen penting kesejahteraan lainnya.
Dan kesehatan merupakan salah satu segi dari kualitas hidup yang tercermin pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yang sesungguhnya merupakan tujuan dan sarana pokok pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam hal ini pelayanan kesehatan sendiri menjadi tanggung jawab untuk sektor diluar kesehatan yang berperan dalam menciptakan lingkungan dan perilaku masyarakat yang lebih menguntungkan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas salah satu faktor yang menghambat tercapainya derajat kesehatan yang optimal adalah penyakit gangguan sistem perkemihan, dalam hal ini salah satunya adalah gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Gagal ginjal tahap akhir adalah tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti.
Penyakit gagal ginjal kronik perlu mendapatkan perhatian dalam memberikan pelayanan keperawatan. Hal ini disebabkan karena :
1. Gagal Ginjal Kronik merupakan penyakit yang menyerang seluruh sistem tubuh
2. Merupakan penyakit yang disebabkan oleh penurunan seluruh sistem ginjal
3. Penyakit ini memerlukan perawatan intensif
Selain beberapa pertimbangan diatas, penulis juga mengambil faktor- faktor lain yakni mengenai biaya perawatan yang terhitung cukup tinggi akibat waktu perawatan yang cukup lama maupun diakibatkan oleh pemberian terapi hemodialisa, dimana terapi ini tidak hanya dilakukan sekali saja, akan tetapi dilakukan secara teratur dan terus menerus.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang asuhan keperawatan pada klien gagal ginjal kronik dengan menggunakan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh pengetahuan tentang gagal ginjal kronik seperti pengertian, etiologi, tanda dan gejala dan patofisiologinya.
b. Dapat melakukan pengkajian pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik
c. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Gagal Ginjal Kronik
d. Dapat menetapkan rencana tindakan yang akan dilakukan
e. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Gagal Ginjal Kronik
f. Dapat melakukan evaluasi atas tindakan keperawatan yang telah dilakukan
C. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyusun secara sistematis yang terdiri dari empat bab yaitu :
Bab I : Pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan
Bab II : Tinjauan teoritis yang berisikan pengertian, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, prognosa, pencegahan, pemeriksaan diagnostik serta terapi dan penatalaksanaan
Bab III : Asuhan Keperawatan pada gagal ginjal kronik yang berisikan pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.
Bab IV : Penutup yang berisikan kesimpulan serta kritik dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.
2. Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab. Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas.
Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronik
No. Klasifakasi penyakit Penyakit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Infeksi
Penyakit Peradangan
Penyakit vascular hipertensi
Gangguan jaringan penyambung
Gangguan kongerital dan hereditas
Penyakit metabolik
Nefropati toksik
Nefropati obstruktif Pielonefritis kronik
Glomerulonefritis
Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.
Diabetes militus, gout, hiperpara tiroidisme, amiloidosis.
Penyalahdunaan analgasik, nefropati timbal
Saluran kemih bagian atas kalkuli , neoplasma, fibrosisretroperitoneal.
Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostate, struktur urea, anomaly kongetal pada lehar kandung kemih dan uretra.
3. Tanda dan gejala
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usaha pasien.
Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifestasi klinik mengenai dihampir semua sistem tubuh manusia, seperti:
a. Gangguan pada Gastrointestinal
Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan terbentuknya zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
b. Kulit
kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
c. Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
d. Sistem Saraf Otot
Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak–gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
e. Sistem Kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D.
g. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia.
4. Patofisiologi
5. Pemerikasaan Diagnostik
Urine
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar (anuria)
Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemak, partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, HB, mioglobin.
Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1
Klirens keratin : Mungkin agak menurun
Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah
BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 16 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang ari 78 g/dL
SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada azotemia.
GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun .
Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas normal (menunjukan status dilusi hipernatremia).
Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
Magnesium/Fosfat : Meningkat
Kalsium : Menurun.
Protein (khususnya Albumin) : Kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
KUB fota : Menunujukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi (batu)
Piolegram Retrograd : Menunujukkan abnormallitas pelvis ginjal dan ureter.
Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa.
Sistouretrogram Berkemih : Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, terensi.
Ultrasono Ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
Biopsi Ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histoligis.
Endoskopi Ginjal, Nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
Foto Kaki, Tengkorak, Kolmna Spiral dn Tangan : Dapat menunjukan demineralisasi, klasifikasi.
(Rencana Askep, Marilyn E Doenges dkk)
6. Prognosa
Individu yang menderita kegagalan ginjal kronis dalam beberapa keadaan dapat dikendalikan dan dikelola gejala-gejalanya. Walaupun fungsi ginjal sudah hilang akibat kerusakan jaringan ginjal tidak dapat dibuang, umur dari orang dapat dipertahankan dengan pantangan intake bahan-bahan yang perlu dieksresi oleh ginjal dan dengan diusahakan rute alterbatif untuk eksresi produk sisa dan berbagai elektrolit. Dengan menekuni pengelolaan rutin yang digariskan walaupun ancaman mati yang kejam dan menantang, hidup masih bisa dipertahankan. Bagi sementara individu obat-obatan dan terapi diit saja gejala-gejala uremi dapat dikendalikan, individu yang lain memerlukan dianalisa atau transplantasi ginjal untuk mengendalikan gejala-gejala penyakit.
(Perawatan Medikal Bedah, Barbara C.Long)
7. Pencegahan
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan seringkali tidak menimbulkan gejala yang membawa keruskan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan fisik tahunan dimana tekanan darah ditentukan, pemerikasaan urinalisis dilaksanakan, dan pasien ditanya tentang disuria uatau nyeri pada waktu berkemih membantu mendeteksi penyakit secara dini yang bisa menimbulkan kegagalan ginjal.
Pemeliharaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi. Sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan)
(Perawatan Medikal Bedah, Barbara C Long).
8. Pengobatan / Penatalaksanaan.
Tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Adapun penatalaksaannya sebagai berikut :
- Tentukan dan tata laksana penyebabnya
- Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250–1000 mg/hari) atau diuretic 100p (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
- Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
- Kontrol hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti hipertensi.
- Kontrol ketidaksemibangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat ACE dan obat anti inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
- Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat tertentu. Diberikan supplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas indikasi.
- Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat.
- Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan alupurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikosteroid dan sitostatik.
- Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis, neurepati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.
- Persiapan dialysis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
(Kapita Selekta Kedokteran, Arif Mansjoer dkk)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dasar Data Pengkajian Pasien
- Aktifitas
Gejala : Kelelahan ekstrem, kalemahan, malaise
Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
- Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi lama atau berat
palpatasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak , tangan.
Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan
- Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, contoh finansial, hubungan dan sebagainya.
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
- Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
- Makanan / cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)
Penggunaan diurotik
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban
Edema (umum, targantung)
Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
- Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur
Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
Tanda : Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
- Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah
- Pernapasan
Gejala : Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
Batuk dengan sputum encer (edema paru)
- Keamanan
Gejala : Kulit gatal
Ada / berulangnya infeksi
Tanda : Pruritis
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal
Ptekie, area ekimosis pada kulit
Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
- Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas
- Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut :
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
- Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
- Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
- Resiko tinggi terhadap penururnan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskular sistemik.
- Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit.
- Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana tindakan, dan prognosis.
C. Rencana Intervensi
Diagnosa I
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan serta natrium.
- Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
- Kriteria hasil :
• Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang
• Turgor kulit baik
• Membran mukosa lembab
• Berat badan dan tanda vital stabil
• Elektrolit dalam batas normal
Intervensi
1.1 Kaji status cairan :
a. Timbang berat badan harian
b. Keseimbangan masukan dan haluaran
c. Turgor kulit dan adanya oedema
d. Distensi vena leher
e. Tekanan darah, denyut dan irama nadi
R : Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
1.2 Batasi masukan cairan :
R : Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
1.3 Identifikasi sumber potensial cairan :
a. Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral dan intravena
b. Makanan
R : Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
1.4 Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
R : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan. . (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
1.5 Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering
R : Hygiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa mulut. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
1.6 Kontrol suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
R : Menurunkan diaforesis yang memperberat kehilangan cairan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 624)
1.7 Pantau kreatinin dan BUN serum
R : Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera. (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, Barbara Ensram, hal 156)
Diagnosa II
- dan Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet perubahan membran mukosa mulut.
- Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
- Kriteria hasil :
• Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
• Bebas oedema
Intervensi
2.1 Kaji/catat pemasukan diet
R : Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620)
2.2 Kaji pola diet nutrisi pasien
a. Riwayat diet
b. Makanan kesukaan
c. Hitung kalori
R : Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
2.3 Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
c. Depresi
d. Kurang memahami pembatasan diet
R : Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
2.4 Berikan makan sedikit dan sering
R : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620)
2.5 Berikan pasien/orang terdekat daftar makanan/cairan yang diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu.
R : Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620)
2.6 Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
R : Mendorong peningkatan masukan diet
2.7 Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging.
R : Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452)
2.8 Tawarkan perawatan mulut/oral hygiene dengan sering.
R : Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada urea dan membatasi pemasukan oral. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620)
2.9 Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan.
R : Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1453)
2.10 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
R : Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia dihilangkan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1453)
2.11 Timbang berat badan harian.
R : Untuk membantu status cairan dan nutrisi.
Diagnosa III
- Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelelahan, anemia dan retensi produk sampah
- Tujuan : Berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
- Criteria hasil :
• Berkurangnya keluhan lelah
• Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social
• Laporan perasaan lebih berenergi
• Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal setelah penghentian aktifitas.
Intervensi
3.1 Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
a. Anemia
b. ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c. Retensi produk sampah
d. Depresi
R : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
(Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454)
3.2 Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, Bantu jika keletihan terjadi.
R : Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454)
3.3 Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
R : Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454)
3.4 Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
R : Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454)
3.5 Bantu pasien dalam merencanakan jadwal aktivitas setiap hari untuk menghindari imobilisasi dan kelelahan.
R: Imobilisasi meningkatkan reabsorpsi kalsium dari tulang. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 158)
3.6 Konsul dokter bila keluhan kelelahan menetap.
R : Ini dapat menandakan kemajuan kerusakan ginjal dan perlunya penilaian tambahan dalam terapi.
Mungkinkan periode istirahat sepanjang hari. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 157)
3.7 Mungkinkan periode istirahat sepanjang hari
R : Istirahat memungkinkan tubuh untuk menyimpan energi yang digunakan oleh aktivitas. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 157)
Diagnosa IV
- Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskuler.
- Tujuan : Komplikasi dapat dicegah
- Kriteria hasil :
• Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi curah jantung dalam batas normal.
• Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi
4.1 Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya oedema perifer/kongesti vaskular dan keluhan dispnea.
R : Takikardia, frekuensi jantung tak teratur, takipnea, dispnea, gemerisik mengi, dan edema/distensi jugular menunjukkan GGK. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.2 Kaji adanya derajat hipertensi : awasi tekanan darah, perhatikan perubahan postural, contoh : duduk, berbaring, dan berdiri.
R : Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal). (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.3 Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, beratnya(skala 0-10) dan apakah tidak menetap dengan inspirasi dalam dan posisi terlentang.
R : Hipertensi dan gagal jantung kongesti kronis dapat menyebabkan IM,kurang lebih pasien GGK dengan dialysis mengalami perikarditis, potensial resiko efusi pericardial/tamponade. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.4 Evaluasi bunyi jantung, Tekanan Darah, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti vaskuler, suhu dan sensori/mental.
R : Adanya hipotensi tiba-tiba, penyempitan tekanan nadi, penurunan/tak adanya nadi perifer, distensi jugular nyata, dan penyempitan mental cepat menunjukkan tamponade, yang merupakan kedaruratan medik. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.5 Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivasi.
R : Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.6 Awasi pemeriksaan laboratorium, elektrolit (kalium, natrium, kalsium, magnesium), BUN.
R : Ketidakseimbangan dapat mengganggu konduksi elektrikal dan fungsi jantung. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.7 Berikan obat antihipertensi, contoh prozozin (minipress), kaptopril (capoten), klonodin (catapres), hydralazin (apresoline).
R : Menurunkan tahanan vascular sistemik dan/ atau pengeluaran rennin untuk menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah GJK dan/atau IM. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630)
4.8 Siapkan dialisis
R : Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan kelebihan cairan dapat membantu atau mencegah manifestasi jantung, termasuk hipertensi dan efusi pericardial. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 630).
Diagnosa V
- Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit.
- Tujuan : Mencegah timbulnya gangguan integritas kulit.
- Kriteria hasil :
• Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit.
• Mempertahankan kulit utuh
Intervensi
5.1 Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular. Perhatikan kemerahan, observasi terhadap ekimosis, purpura.
R : Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.2 Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa.
R : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.3 Inspeksi area tergantung terhadap oedema.
R : Jaringan oedema lebih cenderung rusak/robek. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.4 Ubah posisi dengan sering, gerakkan pasien dengan perlahan, beri bantalan pada tomjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku/tumit.
R : Menurunkan tekanan pada oedema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik statis vena terbatas/pembentukan oedema. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.5 Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan salep atau krim.
R : Soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan dari pada sabun. Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.6 Pertahankan linen kering, bebas keriput.
R : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.7 Selidiki keluhan gatal.
R : Meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenaan dengan uremik,gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute eksresi untuk produk sisa. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.8 Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritus. Pertahankan kuku pendek, berikan sarung tangan bila diperlukan.
R : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.9 Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar
R : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
5.10 Berikan matras busa
R : Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 634).
Diagnosa VI
- Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondis, pemeriksaan diagnostic, rencana tindakan dan prognosis.
- Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang penykit dan pengobatan.
- Kriteria hasil :
• Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan.
• Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
Intervensi
6.1 Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.
R : Indiviodu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk membantu pasien yang baru didiagnosa mempertahankan harapan dan mulai menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159)
6.2 Berikan informasi tentang :
a. Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal kronis adalah tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal.
b. Pemeriksaan diagnostic termasuk :
• Tujuan
• Diskripsi singkat
• Persiapan yang diperlukan sebelum tes
• Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.
R : Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan selamanya bila ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan dan membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian maksimum. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159)
6.3 Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk membicarakan tentang masalah dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk memiliki terapi.
R : Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas. Tindakan untuk gagal ginjal berdampak pada seluruh keluarga. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 160)
6.4 Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
R : Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
6.5 Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
R : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.
D. Implementasi
Asuhan Keperawatan bagi klien dengan kegagalan ginjal kronis
1. Membantu Meraih Tujuan Terapi
a. Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang sudah dipesankan.
b. Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat disertai pantangan sodium, potassium, phosphorus dan protein.
c. Menekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.
d. Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.
e. Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang dipesankan.
f. Melindungi pasien dari infeksi
g. Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara yang seksama.
h. Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan menggunakan sikat gigi yang berbulu halus dan pemberian antacid.
2. Mengusahakan Kenyamanan
a. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis menurut kebutuhan.
b. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan dan kaki bawah.
c. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
d. Mengusahakan istirahat bila kecapaian
e. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana
f. Mengusahakan kebersihan oral beberapa kali sehari terutama sebelum makan.
3. Konsultasi dan Penyuluhan
a. Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk membahas berbagai perasaan tentang kronisitas dari penyakit.
b. Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu terapi
c. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan bagaimana caranya mengelola cara hidup baru.
d. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan obat-obatan dan keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long)
E. Evaluasi
Pertanyaan-pertanyaan yang umum yang harus diajukan pada evaluasi orang dengan kegagalan ginjal kronis terdiri dari yang berikut.
1. Apakah terdapat gejala-gejala bertambahnya retensi cairan?
2. Apakah orang menekuni pesan dietvdan cairan yang diperlukan?
3. Apakah terdapat gejala-gejala terlalu kecapaian?
4. Apakah orang menggaruk-garuk berlebihan?
5. Apakah orang tidur nyenyak pada malam hari?
6. Apakah dilakukan pencegahan infeksi, tambahan perdarahan saluran cerna?
7. Apakah orang dapat menguraikan tentang sifat CRF, rasional dan terapi, peraturan obat-obatan dan gejala-gejalayang harus dilaporkan?
(Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long)
Nama : EmoticonEmoticon