ASUHAN KEPERAWATAN
“ HIV – AIDS “
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
• HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi, contohnya sel darah limfosit yang disebut “sel T-4” atau “sel T-penolong (T-Helper), atau disebut juga “sel CD-4. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus yaitu yaitu kelompok jvirus yang mempunyai kemampuan untuk “mengkopi-cetak” matteri genetik diri didalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya.
• AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit atau sindrom akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. AIDS dapat juga menyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit.
2. Review Anatomi dan Fisiologi
Tubuh manusia dilengkapi banyak mekanisme yang memungkinkan untuk tahan terhadap hampir semua tipe organisme dan toksin yang merusak jaringan dan organ.
• Mekanisme tersebut dibagi menjadi dua kelompok utama:
a) Immunitas Bawaan
b) Immunitas Adaptif
• Fungsi utama dari mekanisme tersebut, yaitu :
a. Perlindungan tubuh dari pengrusakan oleh agen-agen asing dan mikroba patogen.
b. Degradasi dan pembuangan terhadap sel-sel yang rusak dan mati.
c. Pengeluaran dan pemusnaan terhadap sel-sel maligna.
A. Immunitas Bawaan
1. Barier fisik : kulit, membran mukosa, epiglotis, silia saluran pernafasan, spinkter.
Fungsi : mencegah organisme yang berbahaya/ substansi lain untuk masuk kedalam tubuh.
2. Barie kimiawi : air mata (lisazim), sekresi vaginal (asam laktat), asam lambung (asam hidroklorik).
Fungsi : menciptakan lingkungan yang bermusuhan terhadap mikroorganisme yang patogen.
3. Barier Mekanik : lakrimalis, peristaltis, aliran urinaria.
Fungsi : melalui aksi-aksi mekanisnya membantu membersihkan tubuh dari substansi-substansi yang secara potensial dapat membahayakan.
4. Pertahanan Biologis
Pada kondisi normal kulit, membran mukosa orofaring, nasofaring, saluran interstial dan sebagian saluran genetalia didiami oleh mikroorganisme.
Fungsinya : - mempengruhi pola kolonisasi melalui bersaing dengan organisme asing yang berbahaya.
- menghambat pertumbuhan organisme lain.
5. Fagosit dan Fagositosis
Fagositosis adalah respon dimana sel-sel yang terluka dan benda-benda asing yang menyerang ditelan oleh sel darah putih tertentu (leukosit).
Leukosit Fagist itu adalah :
a) Neutropil Polimorfonukleus
- Dibentuk 60 % dari sel leukosit darah perifer.
- Diproduksi pada sum-sum tulang dengan kecepatan mendekati 80 juta/menit.
- Umumnya hanya bertahan hidup 2 sampai 3 hari.
- Fungsinya memberikan serangan selular “gelombang pertama” terhadap organisme yang menyerang selama proses peradangan akut.
b) Monosit Mononukleus
- Terdiri atas 2-12 % dari sel leucocyt.
- Ditemukan pada daerah perifer dan bergerak aktif.
- Bila berada dijaringan, monosi mengmbang menjadi ukuran yang lebih besar untuk menjadi makrofag jaringan.
- Makrofag ini membentuk basis sistem retikuloendotelial yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
- Funsinya sebagai pertahanan baris pertama terhadap serangan mikroorganisme.
6. Respon Inflamsi
Inflamsi adalah proses dimana tubuh memperbaiki jaringan yang rusak dan mempertahankan dirinya terhadap infeksi.
7. Sel Interferon dan Pembunuh Alamiah
Interferon memberikan sebagian perlindungan tubuh terhadap seranga virus yang menyerang sampai respon imun tertentu yang lebih lambat mengambil alih. Interferon tampak terlibat dalam melindungi tubuh terhadap beberapa bentuk kanker. Interferon juga meningkatkan aktivitas sel-sel limfoid kelompok khusus yang disebut sebagai sel-sel pembunuh alami.
B. Respon dan Imun Adaptif
Jika suatu agent asing masuk kedalam tubuh maka pertahanan bawaan akan berusaha untuk memusnahkan benda asing tersebut. Jika agent tersebut bertahan, maka pertahanan tubuh baris kedua akan mengupayakan aktivitas sistem imun didapat/adaptif.
Dua senjata utama respon imun adaptif adalah :
1. Imunitas Selular
2. Imunitas Humoral
Limfosit yang disebut limfosit B adalah bagian dari respon humoral yang bersumber dari bahan-bahan protein yang dikenal sebagai antibodi, yang mengikat benda asing dan membantu dalam pemusnahan dan penghacurannya.
Sel-sel yang dikenal sebagai limfosit T adalah mediator dari respon imun seluler. Imunitas tipe kedua ini dicapi melalui pembentukan sejumlah besar limfosit T teraktivasi yang secara khusus dirancang untuk menghancurkan agen asing.
3. Etiologi
HIV merupakan retrovirus penyebab penyakit defisiensi imun. Jadi, untuk menjadi sakit orang harus dijangkiti virus tersebut. Setelah terjangkiti HIV, masih diperlukan bertahun-tahun agar dapat berkembang menjadi AIDS tergantung daya tahan tubuh. HIV ini nditemukan oleh Montagnier dkk pada tahun 1983.
4. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
5. Tanda dan Gejala
Gejala AIDS pada umumnya merupakan gejala infeksi opotunistik atau kanker vyang terkait dengan AIDS. Kanker yang terkait dengan AIDS adalah sarkoma kaposi, limfoma malignum dan sarkoma serviks infasif, sedangkan gejala yang sering ditemukan pada pasien AIDS adalah :
a. Demam lama
b. Penurunan berat badan
c. Batuk
d. Sariawan dan nyeri menelan
e. Diare
f. Sesk nafas
g. Pembesaran kelenjar limfe
h. Penurunan kesadaran
i. Neuropati
j. Gangguan penglihatan
k. Enselopati
Untuk menilai apakah seseorang telah terkena HIV maka diadakan uji antibodi HIV, hasil positif berarti bahwa yang bersangkutan telah terinfeksi HIV dan berpotensi menularkan virus itu kepada orang lain. Hasil positif biasanya berarti bebas dari infeksi, namun harus diingat bahwa untuk sampai mempunyai antibodi diperlukan waktu (sampai beberapa bulan). Jika seseorang diperiksa terhadap antibodi segera setelah terinfeksi, hasil negatif. Sebaiknya diulangi 3 sampai 6 bulan kemudian.
Infeksi HIV/AIDS berkembang melalui 4 stadium :
Stadium I : HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diiukti terjadinya perubahan serolosik ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara satu sampai 3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan. Umumnya pada penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus. Bila tes antibodi menjadi positif berarti didalam tubuh terdapat cukup zat antibodi yang dapat melawan virus tersebut. Kesimpulan tersebut berbeda pada infeksi HIV karena adanya zat anti didalam tubuh bukan berarti bahwa tubuh dapat melawan infeksi HIV tetapi sebaliknya menunjukkan bahwa didalam tubuh tersebut terdapat HIV.
Stadium II : Asimtomatik
Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh orang HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
Stadium III : Pembesaran Kelenjar Limfe
Fase ini ditandai dengan pembesaran limfe secara menetap dan merata (persintent generalized limpha derepothy), tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan.
Stadium IV : AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi skunder.
Menurut salah satu penelitian WHO menunujukkan beberapa faktor yang mempengaruhi cepatnya perkembangan AIDS, yaitu :
1. Semakin tua orang pengidap HIV maka semakin cepat dia akan sampai ketahap AIDS.
2. Bayi yang terinfeksi HIV akan sampai ketahap AIDS lebih cepat dari pada orang dewasa yang mengidap HIV.
3. Orang yang telah mempunyai gejala minor pada waktu mulai tertular HIV (serekor versi) akan menunjukkan gejala AIDS lebih cepat dari pada orang yang tanpa gejala.
6. Komplikasi
Pada penderita HIV/AIDS dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang berupa infeksi oportunistik, yaitu :
a. Kandidiasis mulut-esofagus
b. Tuberculosis
c. Sito megalovirus
d. Pneuminia, pneumolystis carinii pneumonia (PCP)
e. Pneumonia Rekurens
f. Ensepalitis Toxoplasma
g. Herpes Simpleks
h. Mycobacterium avium kompleks (MAK)
i. Kriptosporidiosis
j. Histoplasmosis paru
7. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan pasien dengan AIDS untuk sementara ini masih bersifat memperpanjang hidup bagi orang dengan AIDS dan memperbaiki kualitas hidupnya. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat membasmi virus HIV. Walaupun demikian, akhir-akhir ini terdapat racikan baru yang dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan HIV dan dianggap potensial untuk mengatasi AIDS.
Dalam penatalaksanaan AIDS dapat dibagi dalam :
a. Pengobatan Supportif
Tujuan pengobatan ini adalah untuk meningkatkan keadaan umum pasien. Pengobatan ini terdiri atas pemberian gizi yang sesuai, oabt sistemik, serta vitamin. Disamping itu perlu diupayakan dukungan psikososial agar pasien dapat melakukan aktivitas seperti semula.
b. Pengobatan infeksi Oportunistik
Tujuan utama dari penatalaksaan pasien AIDS yang sakit kritis adalah menghilangkan, mengendalikan, atau pemulihan infeksi oportunistik, infeksi nasokomial, atau sepsis. Penatalaksanaan infeksi oportunistik diarahkan pada dukungan terhadap sistem-sistem yang terlibat. Digunakan agent-agent farmakologik spesifik untuk mengidentifikasi organisme dan juga agent-agent eksperimental untuk organisme tidak umum. Pengobatan kanker yang terkait AIDS yaitu limfoma malignum, sarkoma kaposi dan karsinoma serviks infasif disesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker.
c. Obat Anti Retroviral
Obat ini bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan HIV dalam tubuh. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi obat anti retroviral dapat menurunkan secara tajam virus lokal didarah, bahkan juga dikelenjarv limfe. Obat ini diberikan dalam bentuk kombinasi golongan RTI (Reverse Transcriptase Inhibitor) dan PI (Protease Inhibitor). Dewasac ini terapi standar yang banyak dianut adalah kombinasi RTI dan PI . obat yang tergolong RTI : Azidotimidin (AZT), didoracin (DDO), Dideoksisitidin (DDC), Stavodin(D4T). PI : Indinovir, Ritonovir, Sogwinovir, Navirovir.
Pencegahan :
Ada bebrapa cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit ini, yaitu :
1) Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui AIDS dan oarang yang sering menggunakan obat bius secara intra vena.
2) Hubungan seksual dengan orang yang mempunyai teman kencan AIDS, memberikan kemungkinan lebih besar mendapat AIDS.
3) Orang yang menggunakan intar vena dapat dikurangi dengan cara memberantas kebiasaan buruk untuk dan melarang penggunaan jarum suntik bersama.
4) Lingkungan merubah perilaku/megadakan penyuluhan kesehatan.
5) Ibu mengidap HIV dianjurkan tidak menyusui bayinya.
6) Untuk jangka pendek, meningkatkan kewaspadaan sendiri, mungkin dengan deteksi AIDS dan kondomisasi kelompok mrtesiko tinggi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan HIV – AIDS
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
- Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi,defisiensi nutrisi,penuaan,aplasia timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.
- Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing enteropati (peradangan usus)
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
- Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
- Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
- Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
- Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
- Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
- Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
- Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
- Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
- Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
- Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
- Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obat-obatan IV,merokok,alkoholik.
c. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200 menandakan respon defisiensi imun hebat)
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
4. Tes lainnya
a. Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
b. Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c. Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d. Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
b. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
2. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus. Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus ( viral burden )
“ HIV – AIDS “
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
• HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi, contohnya sel darah limfosit yang disebut “sel T-4” atau “sel T-penolong (T-Helper), atau disebut juga “sel CD-4. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus yaitu yaitu kelompok jvirus yang mempunyai kemampuan untuk “mengkopi-cetak” matteri genetik diri didalam materi genetik sel-sel yang ditumpanginya.
• AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit atau sindrom akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. AIDS dapat juga menyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit.
2. Review Anatomi dan Fisiologi
Tubuh manusia dilengkapi banyak mekanisme yang memungkinkan untuk tahan terhadap hampir semua tipe organisme dan toksin yang merusak jaringan dan organ.
• Mekanisme tersebut dibagi menjadi dua kelompok utama:
a) Immunitas Bawaan
b) Immunitas Adaptif
• Fungsi utama dari mekanisme tersebut, yaitu :
a. Perlindungan tubuh dari pengrusakan oleh agen-agen asing dan mikroba patogen.
b. Degradasi dan pembuangan terhadap sel-sel yang rusak dan mati.
c. Pengeluaran dan pemusnaan terhadap sel-sel maligna.
A. Immunitas Bawaan
1. Barier fisik : kulit, membran mukosa, epiglotis, silia saluran pernafasan, spinkter.
Fungsi : mencegah organisme yang berbahaya/ substansi lain untuk masuk kedalam tubuh.
2. Barie kimiawi : air mata (lisazim), sekresi vaginal (asam laktat), asam lambung (asam hidroklorik).
Fungsi : menciptakan lingkungan yang bermusuhan terhadap mikroorganisme yang patogen.
3. Barier Mekanik : lakrimalis, peristaltis, aliran urinaria.
Fungsi : melalui aksi-aksi mekanisnya membantu membersihkan tubuh dari substansi-substansi yang secara potensial dapat membahayakan.
4. Pertahanan Biologis
Pada kondisi normal kulit, membran mukosa orofaring, nasofaring, saluran interstial dan sebagian saluran genetalia didiami oleh mikroorganisme.
Fungsinya : - mempengruhi pola kolonisasi melalui bersaing dengan organisme asing yang berbahaya.
- menghambat pertumbuhan organisme lain.
5. Fagosit dan Fagositosis
Fagositosis adalah respon dimana sel-sel yang terluka dan benda-benda asing yang menyerang ditelan oleh sel darah putih tertentu (leukosit).
Leukosit Fagist itu adalah :
a) Neutropil Polimorfonukleus
- Dibentuk 60 % dari sel leukosit darah perifer.
- Diproduksi pada sum-sum tulang dengan kecepatan mendekati 80 juta/menit.
- Umumnya hanya bertahan hidup 2 sampai 3 hari.
- Fungsinya memberikan serangan selular “gelombang pertama” terhadap organisme yang menyerang selama proses peradangan akut.
b) Monosit Mononukleus
- Terdiri atas 2-12 % dari sel leucocyt.
- Ditemukan pada daerah perifer dan bergerak aktif.
- Bila berada dijaringan, monosi mengmbang menjadi ukuran yang lebih besar untuk menjadi makrofag jaringan.
- Makrofag ini membentuk basis sistem retikuloendotelial yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
- Funsinya sebagai pertahanan baris pertama terhadap serangan mikroorganisme.
6. Respon Inflamsi
Inflamsi adalah proses dimana tubuh memperbaiki jaringan yang rusak dan mempertahankan dirinya terhadap infeksi.
7. Sel Interferon dan Pembunuh Alamiah
Interferon memberikan sebagian perlindungan tubuh terhadap seranga virus yang menyerang sampai respon imun tertentu yang lebih lambat mengambil alih. Interferon tampak terlibat dalam melindungi tubuh terhadap beberapa bentuk kanker. Interferon juga meningkatkan aktivitas sel-sel limfoid kelompok khusus yang disebut sebagai sel-sel pembunuh alami.
B. Respon dan Imun Adaptif
Jika suatu agent asing masuk kedalam tubuh maka pertahanan bawaan akan berusaha untuk memusnahkan benda asing tersebut. Jika agent tersebut bertahan, maka pertahanan tubuh baris kedua akan mengupayakan aktivitas sistem imun didapat/adaptif.
Dua senjata utama respon imun adaptif adalah :
1. Imunitas Selular
2. Imunitas Humoral
Limfosit yang disebut limfosit B adalah bagian dari respon humoral yang bersumber dari bahan-bahan protein yang dikenal sebagai antibodi, yang mengikat benda asing dan membantu dalam pemusnahan dan penghacurannya.
Sel-sel yang dikenal sebagai limfosit T adalah mediator dari respon imun seluler. Imunitas tipe kedua ini dicapi melalui pembentukan sejumlah besar limfosit T teraktivasi yang secara khusus dirancang untuk menghancurkan agen asing.
3. Etiologi
HIV merupakan retrovirus penyebab penyakit defisiensi imun. Jadi, untuk menjadi sakit orang harus dijangkiti virus tersebut. Setelah terjangkiti HIV, masih diperlukan bertahun-tahun agar dapat berkembang menjadi AIDS tergantung daya tahan tubuh. HIV ini nditemukan oleh Montagnier dkk pada tahun 1983.
4. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
5. Tanda dan Gejala
Gejala AIDS pada umumnya merupakan gejala infeksi opotunistik atau kanker vyang terkait dengan AIDS. Kanker yang terkait dengan AIDS adalah sarkoma kaposi, limfoma malignum dan sarkoma serviks infasif, sedangkan gejala yang sering ditemukan pada pasien AIDS adalah :
a. Demam lama
b. Penurunan berat badan
c. Batuk
d. Sariawan dan nyeri menelan
e. Diare
f. Sesk nafas
g. Pembesaran kelenjar limfe
h. Penurunan kesadaran
i. Neuropati
j. Gangguan penglihatan
k. Enselopati
Untuk menilai apakah seseorang telah terkena HIV maka diadakan uji antibodi HIV, hasil positif berarti bahwa yang bersangkutan telah terinfeksi HIV dan berpotensi menularkan virus itu kepada orang lain. Hasil positif biasanya berarti bebas dari infeksi, namun harus diingat bahwa untuk sampai mempunyai antibodi diperlukan waktu (sampai beberapa bulan). Jika seseorang diperiksa terhadap antibodi segera setelah terinfeksi, hasil negatif. Sebaiknya diulangi 3 sampai 6 bulan kemudian.
Infeksi HIV/AIDS berkembang melalui 4 stadium :
Stadium I : HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diiukti terjadinya perubahan serolosik ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara satu sampai 3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan. Umumnya pada penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus. Bila tes antibodi menjadi positif berarti didalam tubuh terdapat cukup zat antibodi yang dapat melawan virus tersebut. Kesimpulan tersebut berbeda pada infeksi HIV karena adanya zat anti didalam tubuh bukan berarti bahwa tubuh dapat melawan infeksi HIV tetapi sebaliknya menunjukkan bahwa didalam tubuh tersebut terdapat HIV.
Stadium II : Asimtomatik
Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh orang HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
Stadium III : Pembesaran Kelenjar Limfe
Fase ini ditandai dengan pembesaran limfe secara menetap dan merata (persintent generalized limpha derepothy), tidak hanya muncul pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan.
Stadium IV : AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi skunder.
Menurut salah satu penelitian WHO menunujukkan beberapa faktor yang mempengaruhi cepatnya perkembangan AIDS, yaitu :
1. Semakin tua orang pengidap HIV maka semakin cepat dia akan sampai ketahap AIDS.
2. Bayi yang terinfeksi HIV akan sampai ketahap AIDS lebih cepat dari pada orang dewasa yang mengidap HIV.
3. Orang yang telah mempunyai gejala minor pada waktu mulai tertular HIV (serekor versi) akan menunjukkan gejala AIDS lebih cepat dari pada orang yang tanpa gejala.
6. Komplikasi
Pada penderita HIV/AIDS dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang berupa infeksi oportunistik, yaitu :
a. Kandidiasis mulut-esofagus
b. Tuberculosis
c. Sito megalovirus
d. Pneuminia, pneumolystis carinii pneumonia (PCP)
e. Pneumonia Rekurens
f. Ensepalitis Toxoplasma
g. Herpes Simpleks
h. Mycobacterium avium kompleks (MAK)
i. Kriptosporidiosis
j. Histoplasmosis paru
7. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan pasien dengan AIDS untuk sementara ini masih bersifat memperpanjang hidup bagi orang dengan AIDS dan memperbaiki kualitas hidupnya. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat membasmi virus HIV. Walaupun demikian, akhir-akhir ini terdapat racikan baru yang dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan HIV dan dianggap potensial untuk mengatasi AIDS.
Dalam penatalaksanaan AIDS dapat dibagi dalam :
a. Pengobatan Supportif
Tujuan pengobatan ini adalah untuk meningkatkan keadaan umum pasien. Pengobatan ini terdiri atas pemberian gizi yang sesuai, oabt sistemik, serta vitamin. Disamping itu perlu diupayakan dukungan psikososial agar pasien dapat melakukan aktivitas seperti semula.
b. Pengobatan infeksi Oportunistik
Tujuan utama dari penatalaksaan pasien AIDS yang sakit kritis adalah menghilangkan, mengendalikan, atau pemulihan infeksi oportunistik, infeksi nasokomial, atau sepsis. Penatalaksanaan infeksi oportunistik diarahkan pada dukungan terhadap sistem-sistem yang terlibat. Digunakan agent-agent farmakologik spesifik untuk mengidentifikasi organisme dan juga agent-agent eksperimental untuk organisme tidak umum. Pengobatan kanker yang terkait AIDS yaitu limfoma malignum, sarkoma kaposi dan karsinoma serviks infasif disesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker.
c. Obat Anti Retroviral
Obat ini bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan HIV dalam tubuh. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi obat anti retroviral dapat menurunkan secara tajam virus lokal didarah, bahkan juga dikelenjarv limfe. Obat ini diberikan dalam bentuk kombinasi golongan RTI (Reverse Transcriptase Inhibitor) dan PI (Protease Inhibitor). Dewasac ini terapi standar yang banyak dianut adalah kombinasi RTI dan PI . obat yang tergolong RTI : Azidotimidin (AZT), didoracin (DDO), Dideoksisitidin (DDC), Stavodin(D4T). PI : Indinovir, Ritonovir, Sogwinovir, Navirovir.
Pencegahan :
Ada bebrapa cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit ini, yaitu :
1) Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui AIDS dan oarang yang sering menggunakan obat bius secara intra vena.
2) Hubungan seksual dengan orang yang mempunyai teman kencan AIDS, memberikan kemungkinan lebih besar mendapat AIDS.
3) Orang yang menggunakan intar vena dapat dikurangi dengan cara memberantas kebiasaan buruk untuk dan melarang penggunaan jarum suntik bersama.
4) Lingkungan merubah perilaku/megadakan penyuluhan kesehatan.
5) Ibu mengidap HIV dianjurkan tidak menyusui bayinya.
6) Untuk jangka pendek, meningkatkan kewaspadaan sendiri, mungkin dengan deteksi AIDS dan kondomisasi kelompok mrtesiko tinggi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan HIV – AIDS
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
- Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi,defisiensi nutrisi,penuaan,aplasia timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.
- Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing enteropati (peradangan usus)
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
- Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
- Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
- Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
- Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
- Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
- Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
- Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
- Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
- Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
- Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
- Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obat-obatan IV,merokok,alkoholik.
c. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200 menandakan respon defisiensi imun hebat)
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
4. Tes lainnya
a. Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
b. Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c. Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d. Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
b. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
1. Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
2. Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3. Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus. Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus ( viral burden )
Nama : EmoticonEmoticon