BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun
2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia,
Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan
sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan
tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau
bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan
pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi
penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada
kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin
sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Diera globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan
berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah
satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia
Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya
hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah
salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun
kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum
terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat
kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara
lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor
yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit
atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam
kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk
menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga
kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja
guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
1.3
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran
tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan
dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja
yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang
lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk
maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok
mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12
tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap
pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka
dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids
Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi
kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970
tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan
kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun
udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat
keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan
bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena
itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di
masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna
membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
2.2 Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi
karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai
sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada
pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat
atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut
menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian
dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah
pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya
ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan
yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang
yang kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya
diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan
keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan,
memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa
kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi
kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan
sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus
dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.
2.3 Faktor - faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari
pekerja sebuah industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada
industri mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur
kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan
tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus
dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan
kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang
tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan
terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar.
Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor
kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun
jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya
rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja
malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja
yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan
dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.
A. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non
kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban
tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai
suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas.
Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan
kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas kerja.
a) Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada
umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa
30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan
35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal.
Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian
besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai
banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering
mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b) Beban Kerja
Sebagai
pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24
jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang
berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya
perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat
beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih
relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
c) Lingkungan Kerja
Lingkungan
kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan
Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit
Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan
1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan
dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan
dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya.
Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk
mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan
gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus
kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah
yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang
mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan
tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai
perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga
tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan
kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang
pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan
sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor
ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor
kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain:
kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan tentang
pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu,
beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan,
yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan
kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan
pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di atas.
2. Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan
S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus
seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan
jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan
atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang
berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Jenis
tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat
b. Perawat Gigi
c. Bidan
d. Fisioterapis
e. Refraksionis Optisien
f. Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten Apoteker
i.
Analis Farmasi
j.
Dokter Umum
k. Dokter Gigi
l.
Dokter Spesialis
m. Dokter Gigi Spesialis
n. Akupunkturis
o. Terapis Wicara dan
p. Okupasi Terapis.
C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani
Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling
berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja
cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara
maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari
bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara
akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan
dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan
keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan
kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita
harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan
kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri
kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut
rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi
apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga
kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi
persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah
sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya
untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap
kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja
mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.
Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional.
Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam
pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada
penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi
bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak
masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan
kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja
adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan
Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan
yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga
kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU
No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian
P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok
meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan
(Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu
upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal
(Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada
setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya
gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang
disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih
cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas
masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa
penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan
sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan
non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui
apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan
pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umumüPemerikasaan kesehatan awal ini
meliputi:
a. Anamnese pekerjaan
b. Penyakit yang pernah diderita
c. Alrergi
d. Imunisasi yang pernah didapat
e. Pemeriksaan badan
f. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan tertentu :
-
Tuberkulin test
- Psiko test
2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan
kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang
disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko
kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup
pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti
pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya,
sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu
pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan
pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk
intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga
harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya,
utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah
agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya,
meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar
tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun
pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi
upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara
mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan
apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan
kerja adalah menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui
pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan
berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit
pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.
3.2 Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam
pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi
(lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan
keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga
kesehatan tetapi seluruh masyarakat.